Hari rabu tanggal 24 juli 2013 aku dan dua orang teman berangkat menuju Yogyakarta kota yang pada awalnya kerajaan mataram didirikan oleh Sutowijoyo yang bergelar Panembahan senopati.Tujuan utama adalah ke Malioboro untuk buka puasa disana ,pengen tahu sebenarnya rasa gudeg itu seperti apa yang membawa aku menuju kesana.
Perjalanan aku mulai selepas shalat duhur setelah mengisi bensin sebesar empatpuluh ribu rupiah SPBU di Pokoh aku siap berangkat bersama kedua teman ke Yogjakarta tentu saja setelah mengecek sepeda motor,dari kekencangan rantai sampai tekanan ban,rem,lampu dan sein berfungsi dengan baik,dilanjutkanlah perjalanan menuju Yogyakarta.Kami memutuskan untuk berkendara santai kesana,melalui jalan alternatif lewat krisak kebarat,jalan yang bergelombang dan banyak lubang disana sini membuat kami tidak berani memacu kendaraan maksimum hanya sekitar enampuluh kilometer perjam.
Sekitar satu setengah jam kami sampai di Prambanan,aku hanya sempat menoleh sejenak ujung candi yang nampak kokoh dan indah dari kejauhan,aku tak akan menceritakan tentang candi prambanan kali ini,mungkin pada kesempatan lain.Kami mampir dulu ketoko buku untuk mencari buku matematika ekonomi ,oleh bapak ditempat penitipan tas kami diarahkan kesebuah rak yang terdapat puluhan buku tebal,rasanya semangat terkikis lebih dari separo melihat ketebalan buku,setelah dibolak balik,ambil ini ambil itu,dipilihlah ukuran buku yang paling tipis namun ternyata tebal juga untuk ukuran saya hehe,maklumlah dari dulu untuk nilai matematika tak pernah lepas dari angka lima koma sekian.
Dari toko buku kami masih memutar dulu ke komplek UGM karena salah seorang teman ada kepentingan disana sialnya,sampai disana malah hujan mau tak mau harus berteduh dulu sambil menunggu reda.Sekitar pukul lima kami meluncur menuju Maliobro diiringi sedikit gerimis.Sekitar lima belas menit kemudian sampailah kami di Malioboro.Setelah memarkirkan kendaraan kamipun berjalan jalan disepanjang malioboro sambil menunggu saatnya berbuka puasa tiba.
Di kiri kanan jalan tampak orang berjualan kaos rata rata harganya tigapuluh ribu rupiah untuk yang sablon dan tiga puluh lima ribu rupiah untuk yang bordir,agak keselatan lagi berjejer lapak nasi gudeg khas Yogyakarta,bergeser sedikit ada sebuah benteng yang dibangun oleh belanda,Benteng Vredeburg,kamipun lurus terus sampai kedekat monumen Serangan Umum sebelas maret yang terdapat banyak orang berjualan sate ayam,dengan ramah mereka menawarkan dagangannya ,tapi kami menolak dengan halus karena tujuan kami mengunjungi Yogyakarta adalah Gudeg.
Oh iya hampir lupa di depan monumen terdapat patung yang aneh agak menjurus ke parnograpi sepertinya karena bagian kaki keatas tak berpakaian hanya sedikit ukiran seperti akar yang menutupi bagian depan sementara sebelah belakang nampak jelas sesuatu yang menurut saya kurang sopan meski hanya patung separuh badan,sementara separuh lagi adalah pohon,entah maksudnya melambangkan apa,mungkin maksudnya agar manusia akrab dengan alam,tapi mbuh lah ra ngurusi patung mas,rep golek buko,kelo wes adzan.
Kamipun bergegas mencari menu berbuka puasa,akhirnya dipilihlah tempat lesehan yang agak sepi di tepi jalan Malioboro.Kami memesan nasi gudeg telur dan es teh manis,entah seperti apa bentuknya dan ternyata........
Agak aneh,ternyata nasi gudeg itu tapi sudahlah ra po po sing penting makan dan,nyam nyam rasanya agak mirip dengan sayur nangka muda Cuma sedikit asam menurut saya,hmm cicip sedikit lama lama habis juga makanan yang kalau dipandang tampilannya agak kurang indah itu.
Selesai berbuka kamipun segera kemasjid terdekat untuk menunaikan sholat maghrib berjamaah dengan khusyu’-semoga-,karena sudah agak terlambat sekitar jam setengah tujuh karena kami asyik ngobrol sambil menikmati gudeg.klesak klesik karena merasa hak sebagai konsumen yang tidak terpenuhi dikarenakan suatu sebab telur pindang untuk jatah saya tak ada kuning telurnya,sementara bagian kedua teman ada semua hahahaha.
Perjalanan menyusuri malioboro kami lanjutkan kembali kali ini mencari blangkon pesanan seorang teman di Pekanbaru sana.tengok sana sini ditemukanlah seorang penjual dipinggir jalan dengan setumpuk blangkon disebelahnya sayangnya tak ada ukuran medium,berjalan lagi aha ini dia,pilih yang cocok,tanya harga dulu ah
-berapa mas?
-empat puluh lima ribu
-pasnya berapa?
-tawar sajalah
-berapa?(sambil berbisik pada kawan dibelakang)-dua puluh-
-dua puluh ya mas?
-dua limalah
-dua puluh
-ya udah
Dapat deh blangkonnya,giliran kawan yang mencari jaket batik,tapi tak ada akhirnya pilihannya beralih pada baju batik lengan panjang,sementara kawan yang satunya membeli dua pasang sandal.
Setelah puas berjalan jalan di Mailoboro kamipun bergegas menuju parkiran sambil menjinjing barang belanjaan.Daripada memutar lewat kota kami memilih untuk lewat ring road yang berujung di sekitar prambanan.
Perjalanan malam merupakan tantangan tersendiri kami harus berkendara diantara rasa lelah dan mengantuk,tentu saja membutuhkan energi lebih untuk menjaga agar motor tetap stabil tapi,tak masalah pengalaman berkendara pada malam hari di masa selepas STM cukup membantu.perjalanan dilanjutkan lagi kali ini kami mengambil arah lurus menuju Klaten tidak lewat Wedi yang berujung di krisak,tapi lurus terus belok kiri,kemudian kanan dan lurus terus sebelum menemukan jalan pintas kekanan menuju Sukoharjo,sempat singgah sebentar untuk istirahat sambil minum es jeruk dan makan goreng,alhamdulillah.
Perjalanan malam melewati jalan lurus,membelok dan berlubang diterangi lampu depan sepeda motor kami,kadang terpaksa roda harus masuk kedalam lobang karena tak mungkin dihindari,mudah mudahan saja tak ada masalah dengan ban motor kami
Singkat cerita pukul sebelas kurang seperempat kami tiba di wonogiri,istirahat sebentar sambil membongkar ransel dan membagikan barang bawaan kami,teman teman menawarkan untuk menginap di Wonogiri tapi tak tolak karena aku harus segera menyelesaikan tulisan ini hehe.
Jam sebelas aku meluncur sendiri meninggalkan Wonogiri menuju Jatipurno sebelah pojok timur yang kata kawan kawan bukan lagi indonesia karena letaknya yang ada di perbukitan,tak masalah yang penting tiap bulan agustus kami masih selalu mengibarkan bendera merah putih.
Jalanan sangat sepi,hanya ada truk pengangkut yang kadang terlihat berjalan terseok seok kelebihan muatan,atau yang meluncur dengan kecepatan tinggi kearah barat mungkin akan mengambil pasir dari Gunung Merapi sana.Sekitar pukul setengah dua belas tiba di Jatisrono,belok kekiri kemudian sampai di Jatipurno tak ada kendaraan yang melintas aku hanya sesekali menyalip bapak bapak,kemudian truk yang mogok,setelah itu hanya kegelapan malam sama sekali tak ada akitivitas menjelang tengah malam.
Sampai di Jatipurno belok kanan,lagi lagi harus berhadapan dengan jalan naik turun dan tak lupa jalanan berlubang,sungguh sungguh harus berkonsentrasi tinggi kalau tak mau mencium aspal di tengah malam.Tiba di perempatan dekat SMPN 1 JATIPURNO ambil arah kanan dan....lewat di jalan yang sepi hanya ada sawah di kiri kanan sekitar satu kilo meter baru kemudian memasuki desa Miri,dengan jalan aspal yang rusak parah,cara balapan model off road aku terapkan.
Berdiri diatas motor kemudian memacu motor dengan kecepatan tinggi karena harus melewati tempat yang kata orang seram,katanya lo ya kenyataannya ga tahu deh,yang jelas selama ini tak pernah ada sesuatu hal yang kelihatan menyeramkan dipinggir jalan,tahu sendirilah kalau malam naik motor sendiri kadang takut kalau tiba tiba ada yang membonceng,jadinya kadang harus meraba jok belakang kali aja ada penumpang gelap hahaha.
Sampai di desa Kembang berbelok kanan melewati jalanan yang sudah disemen,lega rasanya bisa duduk lagi di jok sepeda motor,satu setengah kilometer melaju diantara pepohonan dan dinginnya malam akhirnya sampai juga di Desa Ngernak,kampung halaman tercinta.Akhirnya sampai juga dirumah,untung saja tidak dikunci sehingga harus ketuk pintu atau membangunkan orang rumah yang akan memakan waktu yang agak lama,lihat odometer menujukkan angka 246 km,hmm lumayan