Jumat, 10 Oktober 2014

Catatan Perantau,Kenapa Kami Memilih Merantau?

Adakah diantara kalian yang masih beranggapan kalau merantau itu enak,pergi kerja sekian bulan atau tahun,terus pulang-pulang bawa banyak uang,bisa beli ini itu,motor baru,hp baru,baju baru,pacar baru, yang terakhir tidak masuk hitungan ya...ayolah,jangan berpandangan seperti itu,merantau tidak sesimpel itu,tidak mudah dan membutuhkan banyak pengorbanan entah itu perasaan,waktu,uang dan hal lainnya dan jangan lupakan kalau merantau membutuhkan kesabaran.

Baiklah,akan aku ceritakan bagaimana kegiatan perantau yang sebenarnya

Kenapa kami memutuskan merantau?Pertama karena di Desa tak ada pekerjaan yang bisa kami lakukan,memang sih ada kesempatan untuk bertani atau menjadi buruh mencangkul dan mengangukut padi,tapi tidak semua warga desa kami mempunyai fisik yang kuat untuk profesi semacam itu.

Bertani di desa kami tidak bisa menguntungkan seperti daerah lain yang subur.Desa kami terletak dilereng pegunungan dengan akses jalan yang susah,jarang ada kendaraan yang masuk,sawah dan ladang terletak dilereng pegunungan tanpa ada jalan yang memadai,hanya jalan setapak  dan sempit.Untuk ladang sebagian besar tidak bisa ditanami dengan palawija atau tanaman pangan yang lainnya karena gangguan dari kera yang berjumlah ratusan.Satunya yang bisa dikerjakan adalah sawah,itupun bisanya hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga.

Nah,karena alasan itulah kami memutuskan untuk merantau,meninggalkan kampung  halaman dan sanak saudara menuju daerah lain yang belum jelas seperti apa keadaannya,bukankah kami sangat berani?

Awal berangkat bisanya kami tidak punya uang,kami akan berhutang dahulu untuk ongkos perjalanan dan dan biaya untuk keperluan harian selama belum bekerja.Kami tidak takut lamaran kami ditolak,karena memang kami tak akan bekerja di instansi pemerintah atau perkantoran,dengan modal ijasah STM,SLTP,SD apakah kami bisa bersaing dengan lulusan,S3,S2,S1 yang jumlahnya sangat banyak sementara lowongan sangat sedikit?tidak bukan.

Kami tahu akan hal itu,makanya kami memilih pekerjaan sebagai pedagang kelilingTak perlu cemas, ada teman teman yang lebih dahulu merantau dan berjualan diperantauan,bisanya tiap ada teman yang datang ditunjukkan cara cara berdagang,lokasi yang masih kosong dan dibantu dalam membuat perlengkapan untuk berjualan,mereka sangat baik bukan?memang seperti itulah kebisaan di desa kami,saling membantu teman dan saudara hal yang bisa kami lakukan,kami orang desa namun menjunjung tinggi agama,persaudaraan dan kejujuran.

Oh iya,perasaan pertama merantau itu sangat menyedihkan,tersiksa kerinduan pada orang orang terdekat yang jauh disana,karena keadaanlah yang membuat kami berjuang sampai sejauh ini,menekan perasaan kangen yang seringkali hadir,tak apa kami akan bertahan dan kembali pulang ketika sudah mengumpulkan cukup uang.

Baiklah ,lanjut ya.

Biasanya kami akan terkejut ketika pertama kali datang,rumah  perkotaan yang dalam bayangan kami mewah,megah dan besar ternyata tidak seperti itu,rumah yang akan kami tempati rupanya sederhana saja,bahkan dalam satu waktu aku pernah mendapatkan tumah yang (maaf)kumuh,kalau kalian pernah melihat rumah rumah dipinggiran kali di jakarta sana,ya seperti itulah kira kira.Namun harus kami tempati juga,karena kami tak mampu untuk menyewa rumah yang lebih baik.Bagi kami yang penting ada tempat untuk istirahat,dan menggelar sajadah.

Terus berjualan apa sebenarnya di perantauan itu?ya ada banyak...,jualan es krim,mie ayam,bakso,telur gulung,cilok,bakso bakar dan lain lain,kami tinggal memilih mana yang kira kira menghasilkan.

Pertama kali berjualan itu rasanya malu sekali,kok perkerjaannya seperti ini sih,masa aku harus kerja kayak gini,pekerjaan ini tak pantas untukku dan pikiran macam macam yang lain,namun seiring dengan berjalannya waktu perasaan itu hilang dengan sendirinya,perlahan kami bisa menerima kenyataan kalau memang tidak mudah untuk menjadi seorang perantau,harus siap dengan segala konsekuensi atas keputusan yang kami ambil.

Hari pertama berjualan tidak langsung banyak orang membeli,terkadang modalnya pun tak dapat,namun itu tak membuat kami putus asa,kami mencoba dihari kedua dan seterusnya.Dengan ketekunan dan ketelatenan perlahan ada peningkatan mungkin karena orang sudah mulai mengenal kami dan apa yang kami jual.

Menjadi pedagang itu memerlukan kesabaran ekstra,apalagi dengan sifat masyarakat lain pulau yang beragam,ada yang baik namun banyak yang bawel dan cerwet,kadang ada juga yang ga bayar,dan satu lagi kami sering mendapat uang yang sudah rusak dan tak layak edar,biasanya mereka menggulungnya menjadi kecil sekali agar kami tidak tahu kalau uang itu sudah robek atau mereka memanfaatkan kesempatan ketika jualan kami sedang ramai.

Terus bagaimana dengan jam kerja?

Kami yang berjualan bakso bakar biasanya bangun jam empat pagi,menyiapkan peralatan dan pergi ke penggilingan daging,membuat bakso,menusuknya seperti sate,menata di tempatnya kemudian langsung berangkat.Kami kadang tak sempat untuk sekedar sarapan pagi.Tempat yang bisa kami tuju adalah sekolah sekolah karena peluang untuk laku cukup besar,sorenya keliling,biasanya sampai jam tujuh malam,begitu terus tiap hari.Apa tidak capek?kalau capek yan capek tapi itu sudah resiko pekerjaan yang kami jalani.

Itu sedikit cerita kami yang menjalani pekerjaan sebagai perantau,diluar sana aku yakin ada banyak profesi lain yang mungkin lebih berat perjuangannya dari yang kami jalani.

Nah sudah berubah khan pandangan kalian tentang perantau?