Adakah diantara kalian yang masih
beranggapan kalau merantau itu enak,pergi kerja sekian bulan atau tahun,terus
pulang-pulang bawa banyak uang,bisa beli ini itu,motor baru,hp baru,baju baru,pacar
baru, yang terakhir tidak masuk hitungan ya...ayolah,jangan berpandangan
seperti itu,merantau tidak sesimpel itu,tidak mudah dan membutuhkan banyak
pengorbanan entah itu perasaan,waktu,uang dan hal lainnya dan jangan lupakan
kalau merantau membutuhkan kesabaran.
Baiklah,akan aku ceritakan bagaimana
kegiatan perantau yang sebenarnya
Kenapa kami memutuskan
merantau?Pertama karena di Desa tak ada pekerjaan yang bisa kami lakukan,memang
sih ada kesempatan untuk bertani atau menjadi buruh mencangkul dan mengangukut
padi,tapi tidak semua warga desa kami mempunyai fisik yang kuat untuk profesi
semacam itu.
Bertani di desa kami tidak bisa
menguntungkan seperti daerah lain yang subur.Desa kami terletak dilereng
pegunungan dengan akses jalan yang susah,jarang ada kendaraan yang masuk,sawah
dan ladang terletak dilereng pegunungan tanpa ada jalan yang memadai,hanya
jalan setapak dan sempit.Untuk ladang
sebagian besar tidak bisa ditanami dengan palawija atau tanaman pangan yang
lainnya karena gangguan dari kera yang berjumlah ratusan.Satunya yang bisa
dikerjakan adalah sawah,itupun bisanya hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan
keluarga.
Nah,karena alasan itulah kami memutuskan
untuk merantau,meninggalkan kampung
halaman dan sanak saudara menuju daerah lain yang belum jelas seperti
apa keadaannya,bukankah kami sangat berani?
Awal berangkat bisanya kami tidak
punya uang,kami akan berhutang dahulu untuk ongkos perjalanan dan dan biaya
untuk keperluan harian selama belum bekerja.Kami tidak takut lamaran kami
ditolak,karena memang kami tak akan bekerja di instansi pemerintah atau
perkantoran,dengan modal ijasah STM,SLTP,SD apakah kami bisa bersaing dengan
lulusan,S3,S2,S1 yang jumlahnya sangat banyak sementara lowongan sangat
sedikit?tidak bukan.
Kami tahu akan hal itu,makanya kami
memilih pekerjaan sebagai pedagang kelilingTak perlu cemas, ada teman teman
yang lebih dahulu merantau dan berjualan diperantauan,bisanya tiap ada teman
yang datang ditunjukkan cara cara berdagang,lokasi yang masih kosong dan
dibantu dalam membuat perlengkapan untuk berjualan,mereka sangat baik bukan?memang
seperti itulah kebisaan di desa kami,saling membantu teman dan saudara hal yang
bisa kami lakukan,kami orang desa namun menjunjung tinggi agama,persaudaraan
dan kejujuran.
Oh iya,perasaan pertama merantau itu
sangat menyedihkan,tersiksa kerinduan pada orang orang terdekat yang jauh
disana,karena keadaanlah yang membuat kami berjuang sampai sejauh ini,menekan
perasaan kangen yang seringkali hadir,tak apa kami akan bertahan dan kembali
pulang ketika sudah mengumpulkan cukup uang.
Baiklah ,lanjut ya.
Biasanya kami akan terkejut ketika
pertama kali datang,rumah perkotaan yang
dalam bayangan kami mewah,megah dan besar ternyata tidak seperti itu,rumah yang
akan kami tempati rupanya sederhana saja,bahkan dalam satu waktu aku pernah
mendapatkan tumah yang (maaf)kumuh,kalau kalian pernah melihat rumah rumah
dipinggiran kali di jakarta sana,ya seperti itulah kira kira.Namun harus kami
tempati juga,karena kami tak mampu untuk menyewa rumah yang lebih baik.Bagi
kami yang penting ada tempat untuk istirahat,dan menggelar sajadah.
Terus berjualan apa sebenarnya di
perantauan itu?ya ada banyak...,jualan es krim,mie ayam,bakso,telur
gulung,cilok,bakso bakar dan lain lain,kami tinggal memilih mana yang kira kira
menghasilkan.
Pertama kali berjualan itu rasanya
malu sekali,kok perkerjaannya seperti ini sih,masa aku harus kerja kayak gini,pekerjaan
ini tak pantas untukku dan pikiran macam macam yang lain,namun seiring
dengan berjalannya waktu perasaan itu hilang dengan sendirinya,perlahan kami
bisa menerima kenyataan kalau memang tidak mudah untuk menjadi seorang
perantau,harus siap dengan segala konsekuensi atas keputusan yang kami ambil.
Hari pertama berjualan tidak langsung
banyak orang membeli,terkadang modalnya pun tak dapat,namun itu tak membuat
kami putus asa,kami mencoba dihari kedua dan seterusnya.Dengan ketekunan dan
ketelatenan perlahan ada peningkatan mungkin karena orang sudah mulai mengenal
kami dan apa yang kami jual.
Menjadi pedagang itu memerlukan
kesabaran ekstra,apalagi dengan sifat masyarakat lain pulau yang beragam,ada
yang baik namun banyak yang bawel dan cerwet,kadang ada juga yang ga bayar,dan
satu lagi kami sering mendapat uang yang sudah rusak dan tak layak
edar,biasanya mereka menggulungnya menjadi kecil sekali agar kami tidak tahu
kalau uang itu sudah robek atau mereka memanfaatkan kesempatan ketika jualan
kami sedang ramai.
Terus bagaimana dengan jam kerja?
Kami yang berjualan bakso bakar
biasanya bangun jam empat pagi,menyiapkan peralatan dan pergi ke penggilingan
daging,membuat bakso,menusuknya seperti sate,menata di tempatnya kemudian
langsung berangkat.Kami kadang tak sempat untuk sekedar sarapan pagi.Tempat
yang bisa kami tuju adalah sekolah sekolah karena peluang untuk laku cukup besar,sorenya
keliling,biasanya sampai jam tujuh malam,begitu terus tiap hari.Apa tidak
capek?kalau capek yan capek tapi itu sudah resiko pekerjaan yang kami jalani.
Itu sedikit cerita kami yang menjalani
pekerjaan sebagai perantau,diluar sana aku yakin ada banyak profesi lain yang
mungkin lebih berat perjuangannya dari yang kami jalani.
Nah sudah berubah khan
pandangan kalian tentang perantau?