Minggu, 11 Januari 2015

Mau Merantau Sampai Kapan?

Kadang aku memikirkan sesuatu yang menarik sebelum aku tidur,sesuatu yang menjadikanku kadang gelisah ketika memikirkannya.Jangan buru buru menebak masalah cinta ataupun jodoh ya,dua hal itu bisa membuat  gelisah juga tapi akan aku tuliskan lain kali saja.

Kali ini aku akan menuliskan tentang hal yang lain,tradisi merantau.

Sebagai seorang yang menjalani profesi sebagai perantau kadang aku memikirkan sampai kapan aku akan merantau,seperti yang banyak kita ketahui bahwa yang namanya merantau itu biasanya pulang satu tahun sekali,meski ada juga yang beberapa bulan sekali pulang karena ada keperluan,namun kebanyakan merantau itu sekitar satu tahun baru pulang,di rumah sebulan atau dua bulan kemudian berangkat kembali,begitu seterusnya.

Awalnya memang niatnya mencari uang untuk modal usaha dirumah,namun ketika usaha diperantauan mulai berjalan niat awal itupun dilupakan,akhirnya banyak pemuda pemudi cerdas yang memilih menjalani pekerjaan sebagai perantau dan melupakan niat awal ingin membangun desanya,lama lama Desa hanya menyisakan orang tua yang masih telaten menggarap sawah dan ladang.

Anak anak muda sudah tidak mau  lagi bekerja disawah,kadang aku berfikir kalau semua anak muda itu menjadi perantau lantas siapakah yang akan menggarap sawah mereka kalau orang tuanya sudah semakin bertambah tua?generasi cerdas yang diharapkan mengubah ekonomi pedesaan menjadi lebih baik sudah memilih menjadi perantau,jadi kapan desa akan bisa maju?

Aku pernah bertanya pada seseorang tetanggaku sejak kapan merantau?dia menjawab kalau sudah dua puluh tahun,ada yang tiga puluh tahun,bahkan ada yang sudah empat puluh tahun,biasanya niatan awalnya adalah terdesak tuntutan ekonomi,lam lama setelah ekonomi mapan kemudian menikah lantas membawa istrinya keperantauan,satu tahun dua tahun dan seterusnyan anaknya sudah menjadi dua atau tiga,lalu bertahun kemudian semuanya bersekolah.Uang harian yang didapat dari berjualan memang besar untuk ukuran anak muda yang masih belum menikah,sekitar seratus hingga dua ratus ribu rupiah perhari,tapi kalau sudah berumah tangga dengan dua tiga orang anak apakah masih bisa dikatakan besar,sementara biaya hidup dikota tidak murah.

Akhirnya mereka mau tidak mau hidup di kota juga karena biasaya rata rata perantau merasa malu kalau pulang ke desa tak membawa apa apa,ongkos perjalanan yang mahal juga  menjadi salah satu alasan mereka terpaksa menjadi perantau sekian lama.

Bagaimana dengan orang tua yang ditinggalkan didesa?merekalah yang meneruskan pekerjaan menjadi petani dengan penghasilan seadanya,anak anak yang diharapkan menemani dihari tua hanya bisa pulang satu tahun sekali,kadang ada yang dua tahun sekali.Tidak kangenkah orang tua pada anaknya yang jauh diperantauan sana?tentu saja kangen,tapi sebagai orang tua mereka selalu mengharapkan yang terbaik untuk anaknya,mereka tahu kesulitan anaknya dan memaklumi kenapa sekian lama mereka tidak pulang,meski dalam hati merek merasakan kerinduan yang begitu besar.

Nah,hal inilah yang sering aku pikirkan,sampai kapan aku akan merantau,apakah aku akan sama seperti mereka dan menjalani pekerjaan diperantauan seterusnya atau aku akan berfikir diluar kebiasaan perantau dan memilih bekerja atau membuka usaha didesa.Aku masih memikirakan dua pilihan itu,tapi kalau boleh berkata jujur aku merasa lebih cocok bekerja  yang tidak terlalu jauh dari orang tua,karena bagaimanapun aku adalah seorang anak yang mempunyai kewajiban terhadap orang 
tua.


Bagaimana dengan kalian?