Kadang
aku memikirkan sesuatu yang menarik sebelum aku tidur,sesuatu yang menjadikanku kadang gelisah ketika
memikirkannya.Jangan buru buru menebak masalah cinta ataupun jodoh ya,dua hal
itu bisa membuat gelisah juga tapi akan
aku tuliskan lain kali saja.
Kali
ini aku akan menuliskan tentang hal yang lain,tradisi merantau.
Sebagai
seorang yang menjalani profesi sebagai perantau kadang aku memikirkan sampai
kapan aku akan merantau,seperti yang banyak kita ketahui bahwa yang namanya
merantau itu biasanya pulang satu tahun sekali,meski ada juga yang beberapa
bulan sekali pulang karena ada keperluan,namun kebanyakan merantau itu sekitar
satu tahun baru pulang,di rumah sebulan atau dua bulan kemudian berangkat
kembali,begitu seterusnya.
Awalnya
memang niatnya mencari uang untuk modal usaha dirumah,namun ketika usaha
diperantauan mulai berjalan niat awal itupun dilupakan,akhirnya banyak pemuda
pemudi cerdas yang memilih menjalani pekerjaan sebagai perantau dan melupakan
niat awal ingin membangun desanya,lama lama Desa hanya menyisakan orang tua yang
masih telaten menggarap sawah dan ladang.
Anak
anak muda sudah tidak mau lagi bekerja
disawah,kadang aku berfikir kalau semua anak muda itu menjadi perantau lantas
siapakah yang akan menggarap sawah mereka kalau orang tuanya sudah semakin
bertambah tua?generasi cerdas yang diharapkan mengubah ekonomi pedesaan menjadi
lebih baik sudah memilih menjadi perantau,jadi kapan desa akan bisa maju?
Aku
pernah bertanya pada seseorang tetanggaku sejak kapan merantau?dia menjawab
kalau sudah dua puluh tahun,ada yang tiga puluh tahun,bahkan ada yang sudah
empat puluh tahun,biasanya niatan awalnya adalah terdesak tuntutan ekonomi,lam
lama setelah ekonomi mapan kemudian menikah lantas membawa istrinya
keperantauan,satu tahun dua tahun dan seterusnyan anaknya sudah menjadi dua
atau tiga,lalu bertahun kemudian semuanya bersekolah.Uang harian yang didapat
dari berjualan memang besar untuk ukuran anak muda yang masih belum
menikah,sekitar seratus hingga dua ratus ribu rupiah perhari,tapi kalau sudah
berumah tangga dengan dua tiga orang anak apakah masih bisa dikatakan
besar,sementara biaya hidup dikota tidak murah.
Akhirnya
mereka mau tidak mau hidup di kota juga karena biasaya rata rata perantau
merasa malu kalau pulang ke desa tak membawa apa apa,ongkos perjalanan yang
mahal juga menjadi salah satu alasan mereka
terpaksa menjadi perantau sekian lama.
Bagaimana
dengan orang tua yang ditinggalkan didesa?merekalah yang meneruskan pekerjaan
menjadi petani dengan penghasilan seadanya,anak anak yang diharapkan menemani
dihari tua hanya bisa pulang satu tahun sekali,kadang ada yang dua tahun
sekali.Tidak kangenkah orang tua pada anaknya yang jauh diperantauan sana?tentu
saja kangen,tapi sebagai orang tua mereka selalu mengharapkan yang terbaik
untuk anaknya,mereka tahu kesulitan anaknya dan memaklumi kenapa sekian lama
mereka tidak pulang,meski dalam hati merek merasakan kerinduan yang begitu
besar.
Nah,hal
inilah yang sering aku pikirkan,sampai kapan aku akan merantau,apakah aku akan
sama seperti mereka dan menjalani pekerjaan diperantauan seterusnya atau aku
akan berfikir diluar kebiasaan perantau dan memilih bekerja atau membuka usaha
didesa.Aku masih memikirakan dua pilihan itu,tapi kalau boleh berkata jujur aku
merasa lebih cocok bekerja yang tidak
terlalu jauh dari orang tua,karena bagaimanapun aku adalah seorang anak yang
mempunyai kewajiban terhadap orang
tua.
Bagaimana
dengan kalian?