Dulu sekali pernah ada cerita. Tentang pemuda yang jatuh hati pada seorang gadis. Terdengar simpel ya? Seperti kisah cinta picisan lain?? Mungkin iya mungkin juga tidak. Ini bukan kisah cinta dua arah, sepasang inisan saling menyukai kemudian akhirnya bersatu dalam ikatan suci.
Jika kalian berpikir demikian kalian salah... Ini tentang kisah cinta satu sisi, harapan tak bersambut, tapi tak pernah manyerah. Terdengar konyol bukan? Tapi begitulah cinta kadang tidak masuk akal bagaimana bisa begini, bagaimana bisa begitu, tapi itulah kenyataannya.
Sekian lama pemuda itu mengagumi tanpa punya kesempatan mengatakan isi hatinya, ia mengabaikan beberapa wanita yang mencintainya. Baginya tak ada wanita lain selain dia. Cukup dia, dan hanya dia. Sampai akhirnya ia mengungkapkan isi hatinya dan berakhir dengan penolakan. Sakit hatikah ia? Iya. Menyerahkah? Tidak.
Tapi tidak selamanya ia berjuang, tidak selamanya ia mencintainya. Ketika bertahun kemudian si wanita menikah ia mengalami pukulan hebat, seakan sesuatu yang berat menghantam dadanya. Sakit, tak rela....
Ia merenung dan sampai beberapa waktu tak bisa beraktifitas dengan wajar. Meski ia akhirnya sadar kalau hal terbaik yang bisa dilakukan adalah mengikhlaskan dia bahagia dengan pilihannya. Ia akhirnya sadar kalau mencintai satu sisi itu sangat tidak mungkin, meski ada yang berhasil memperjuangkan tapi cuma sebagian kecil. Dan dia tidak termasuk di dalamnya.
Ia sadar setelah banyak waktu terlewatkan, banyak kesempatan berlalu, dan banyak hal lain yang akhirnya terlepas. Mencintai bukan pilihan, tapi keterpaksaan. Kita tak bisa memilih pada siapa hati akan terpaut, tapi kita bisa memilih akan mengikuti rasa itu tanpa arah atau mengarakan pada sesuatu yang pasti. Cinta tidak bisa dipaksakan. Cuma bisa diupayakan. Kalau jodoh bagaimanapun jalannya akan berjumpa.