Hidup di desa itu
menyenangkan,semua orang ramah dan baik itu yang aku rasakan dahulu ketika
masih kecil,televisi belum banyak dan hampir semua orang mencari nafkah dengan
bertani,hanya satu dua orang yang merantau untuk mengubah nasib.
Tatanan masyarakat terjaga
dengan baik,yang muda menghormati yang lebih tua,tak ada yang berani memanggil
langsung namanya pasti diawali dengan,kang,paklik,pakde,mbah atau yang lainnya
tergantung usianya,anak anak sangat patuh pada orang tuanya.keakraban dengan
para tetanggapun masih terpelihara ,sambatan menjadi hal yang diutamakan,tidak
ada upah,hanya makan bersama,rokok dan minuman saja sebagai
imbalannya,suasananyapun sangat akrab,candaan sesekali dilontarkan untuk
mencairkan suasana.
Sementara para lelaki
bekerja ibu ibu sibuk didapur menyiapkan bermacam hidangan,kalau pagi biasanya
teh manis sama cemilan khas desa,entah ubi goreg,pisang,jadah itu disajikan
saat tetangga yang membantu sudah datang,sekitar pukul delapan mereka istirahat
lagi untuk sarapan pagi,nasi sama sayuranlah biasanya yang ada,lalu sekitar jam
sebelas pagi biasanya sudah akan keluar hidangan makan siang,menyenangkan
bukan?apalagi saat
makan bersama itu momen yang berkesan,apapun hidangannya kalau dimakan bersama
sama rasanya sangat enak,mungkin keakraban diantara kamilah yang menjadikan
hidangan itu menjadi terasa berbeda.
Hanya sayang budaya
sambatan itu perlahan lahan mulai ditinggalkan,dan bergeser menjadi apa ya,mmm kalau dalam istilah desa
kami di buruhke,seperti sambatan hanya saja dengan upah uang,entah itu membangun
rumah atau menggarap sawah.yah,bagaimana lagi,dijaman sekarang semuanya serba
uang,masih ada sebenarnya diantara masyarakat yang sebenarnya ada keinginan
untuk memabantu dengan ikhlas hanya saja pihak yang dibantu tidak enak kalau
tidak memberikan upah,soalnya hampir semuanya seperti itu.
Oh iya,sekarang masyarakat desa sudah tidak lagi
lugu dan ramah seperti dahulu,sudah susah dibedakan lagi dengan anak muda
kota,ini terjadi semenjak banyaknya perantau yang membawa budaya kota
kedesa,sayangnya bukan budaya baik yang dibawa tapi yang jelek,misalnya,cara
berpakaian,minuman keras,individualis,dan mengukur semuanya dari uang.
Dahulu aku sempat heran
kenapa tetanggaku yang dulunya ramah sekarang berubah,atau tetanggaku yang dulu
cantik dan sopan setelah pulang dari kota menjadi berpakaian pendek pendek dan
ketat,ada juga yang mengecat rambutnya seperti layaknya artis sinetron,yang
laki laki mulai membuat lubang ditelinganya bahkan tak segan menato anggota
tubuhnya,entah supaya apa.
Setelah aku merasakan
sendiri merantau itu seperti apa aku jadi tahu sebabnya,tapi aku masih juga
heran kenapa mereka jadi berubah,sebenarnya bisa saja mereka tetep baik tapi
sudahlaj menjadi baik dan tidak itu pilihan,ada juga yang berkepribadian
dua,diperantauan menjadi sosok individualis dan pelit,sementara didesa dermawan
dan ramahnya minta ampun aku jadi bingung bagaimana harus bersikap padanya.
Mereka berubah pada awalnya
dituntut keadaan sudah bukan menjadi rahasia kalau orang desa masuk kota
menjadi sasaran yang empuk bagi yang ingin berbuat jahat,entah
penipuan,pemalakan atau yang lainnya,sosoknya yang lugu dan baik menjadikan
orang mudah berbuat jahat,jadilah meraka terpaksa ikut berperilaku layaknya
orang kota,awalnya masih segan kalau teringat dengan desanya tapi lama lama
menjadi hal yang biasa,alah bisa karena biasa bukan?
Okelah itu saja
ya,certiaku.harapanku mudahan orang desa tidak kehilangan sifat luhurnya hanya
karena sibuk mencai uang dengan merantau ya