Kadang kita merasa menjadi orang yang
paling segalanya,paling kuat,paling cakep,paling hebat dan paling –paling yang
lain,kitalah manusia super yang tak terkalahkan yang semua omongannya harus
didengarkan,kalau tidak...kalau tidak kenapa? saat itulah kita kebingungan
menjawabnya.
Sifat yang terlalu sombong dan tinggi
hati pernah aku rasakan dulu ketika aku kelas enam SD sampai kelas tiga SMP,aku
merasa menjadi orang yang paling berkuasa,paling benar sendiri juga paling
kuat,aku tak menyadari kalau kekuatan itu didapatkan dari hasil latihan yang tekun
dan teratur,tak bisa datang begitu saja seperti difilm film itu.
Aku hanyalah anak muda tanggung yang
sok dengan dirinya sendiri,hingga suatu kejadian menyadarkan aku tentang
siapakah aku sesungguhnya dan sejauh mana kemampuanku.
Ini bukan tentang mengajarkan untuk menjadi minder dengan diri
sendiri,tidak.Ini hanya mengajarkan untuk adil menilai diri sendiri agar tak
terperangkap dalam tempurung kesombongan,merasa diri paling segalanya namun
nyatanya kemampuannya hanya sedikit.
Aku merasakan pukulan pertama saat
menjalani MOS di awal masuk SMK MUHAMMADIYAH 4 WONOGIRI,saat itu aku dan teman
temanku dibentak bentak dengan kata yang kasar,disuruh ini disuruh itu tanpa
berani membantah,ah rupanya aku hanyalah singa berhati kelinci...berkoar koar
berani namun saat dibentak terdiam tak berani unjukkan diri.
Yang kedua adalah ketika aku dipalak
oleh kakak tingkat,aku hanya bisa menyerahkan uangku tanpa berani
mempertahankan,alangkah memalukannya aku,menganggap paling kuat namun dihadapan
muka dan gaya yang sangar diam tak berkata,aku malu,malu sekali.
Dan yang ketiga adalah ketika aku
mengikuti ekstra beladiri di sekolah,Tapak Suci.Aku mengikuti itu karena ingin
mengubah sikapku yang bermental kelinci menjadi lebih berani,melewati empat
kali latihan aku mulai percaya diri dan lagi-lagi kesombonganku datang,aku
merasa sudah menajdi jawara padahal apa yang aku kuasai barulah dasar dasar
saja,sama sekali belum apa apa.
Saat yang menjadi titik balik itu
datang ketika pelatih kami meminta untuk “Sabung”duel satu lawan satu,semua
sasaran boleh dikenai kecuali kepala dan kemaluan,kami bertanding tanpa
pelindung.
Dengan penuh percaya diri aku
melangkah ketengah arena,aku menganggap akan mudah mengalahkan lawanku yang
pendek itu,namun aku salah ternyata dia sangat ahli dan gerakannya sangat
cepat,banyak gerakan yang dia kuasai,aku tak berdaya hanya mampu sesekali
menyerang dan bertahan,pukulan bisa aku tangkis,saat ada yang lolos dan
mengenai tubuhku aku masih bisa bertahan,namun semua itu berakhir ketika sebuah
tendangan memutar tepat mengenai ulu
hatiku.
Aku terkapar nyaris pingsan,bernafas
saja sulit sekali,aku hanya bisa menarik napas sambil tersengal
sengal,untunglah pelatih memberikan pertolongan hingga aku tak kesulitan untuk
bernafas.
Aku bisa bangun kembali,dan saat
lawanku menyalamiku aku menyambutnya dan dalam hati mengakui kehebatannya.
Aku tak malu dengan
kekalahanku,selain karena sebelum masuk Tapak Suci dia ternyata sudah pernah
mengikuti perguruan lain juga karena dengan adanya pertandingan ini aku bisa
tahu siapakah aku dan apa saja yang bisa aku lakukan.Aku mulai bisa mengenali
diri sendiri.
Ternyata aku belum ada apa
apanya,jadi selama ini apa yang aku sombongkan?entahlah mungkin selama ini
hatiku tertutup hingga aku tak mampu melihat kedalam hatiku sendiri,mengenali
apa yang bisa dan tak bisa aku lakukan.