Jumat, 31 Oktober 2014

Sebuah Janji pecandu ( Fiksi )

Hari ini ketika aku duduk di beranda sambil menatap rintik hujan entah mengapa perasaan rindu padamu begitu saja hadir. Teringat semua hal yang pernah kita jalani bersama, saat kita bertengkar karena aku terlalu keras kepala dengan apa yang menurutku benar, aku bertahan dengan kekonyolan dan keegoisanku, tak pernah aku  hiraukan nasihatmu waktu itu agar tak terlalu menuruti kemauanku sendiri.


Kamu juga marah saat tahu aku berteman dengan anak Jalan Kenanga itu, menurutmu meski aku tak melakukan apa-apa aku akan tetap kena getahnya kalau mereka berbuat sesuatu hal yang merugikan. Mati-matian engkau memintaku untuk menjauhi mereka, tapi sekali lagi tak aku dengarkan,aku mengatakan padamu kalau aku cukup kuat memegang prinsipku,aku tak akan terbawa oleh cara mereka,ternyata aku salah, aku tak bisa bertahan, aku tak sekuat yang aku kira. 

Dan kini aku justru menjadi bagian dari mereka,menghabiskan waktu dengan minum-minum sampai mabuk,menghisap lintingan terkutuk itu, ah...kalau saja dulu aku turuti katamu tak mungkin aku terjerat dengan semua ini.

Aku masih ingat perpisahan kita, saat itu tak sepatah katapun engkau ucapkan padaku, seakan kita menjadi dua manusia bodoh yang kehilangan kemampuan bicara, hanya diam, kemudian kamu pergi meninggalkan tatapan kecewa yang tak pernah aku lupakan.

Aku merindukan senyummu, ketika kita bersama, bercanda dalam suasana yang menyenangkan, jujur aku bahagia.

Alangkah bodohnya aku yang mengabaikan orang secantik dan sebaik dirimu, aku menyesal tapi  tak ada gunanya. Penyesalan memang selalu datang terlambat,tapi tidak untuk  sebuah perubahan.

Aku bergeser agar bisa menyentuh tetesan hujan dengan kedua tanganku yang kurus, aku ingin merasakan kembali momen itu, ketika kita berjalan berdua diantara derasnya hujan sepulang sekolah, aku bahagia dulu, saat dekat denganmu, saat menatap senyumanmu yang bagiku semanis madu.

Dimana engkau sekarang? Aku tak berani menyebut namamu, takut kalau mereka akan mengejekmu karena pernah dekat dengan orang sepertiku. Setelah lima tahun tak bertemu aku tak berani menebak seperti apa dirimu sekarang, takut kalau itu hanya akan menyakitiku, sudah berduakah dirimu dan menemukan penggantiku?

Aku menggigil memikirkan itu... jujur aku masih mencintaimu, sangat mencintaimu.

Dulu aku tak pernah memberikan hadiah apa-apa padamu ketika engkau ulang tahun, kini aku akan memberikannya meski mungkin bukan sesuatu yang bisa engkau terima.

Dengarlah, aku berjanji akan memperbaiki hidupku yang aku hancurkan, aku akan meninggalkan barang haram yang pernah aku pakai meski aku tahu tak mudah,kecanduan ini nyaris membuatku gila,aku pasti akan sembuh dan menata hidupku lagi,itu janjiku...