Rabu, 04 Juni 2014

Cerpen,Perjalanan ke Wonogiri Episode 2

Ia masih sempat mangerem ketika dari atas jalan tiba tiba tanah longsor hingga menutupi separuh jalan,kalau saja ia terlambat mengerem maka sudah hampir bisa dipastikan kalau dia bersama motornya akan tertimbun tanah,ia mengucap hamdalah kemudian melanjutkan perjalanan melewati bagian jalan yang masih bisa dilewati,kejadian tadi sama sekali tidak membuatnya cemas atau takut,ia sudah terlalu sering menghadapi bahaya hingga kejadian seperti ini tak menimbulkan kesan apapun dihatinya.

Setelah melewati tanjakan sampailah ia didesa kembang yang menjadi induk padukuhannya,entah kenapa dinamakan kembang padahal selama duapuluh enam tahun ia hidup di desa tak pernah menjumpai banyak bunga paling adanya cuma sebagian kecil yang ditanam oleh anak anak gadis,atau jangan jangan karena banyak anak gadis yang cantik jelita didesa itu makanya dinamakan demikian,entahlah anak muda itu tak berminat mencari tahu asal muasal nama desa,ia kini berkonsentrasi pada jalanan didepannya yang berlobang disana sini karena aspal sudah rusak dan tidak diperbaiki,entah menjadi tanggung siapa perawatan jalan itu.

Hujan masih turun dengan lebat hingga ia sesekali harus menyeka kaca helm dengan tangan kiri agar bisa melihat lebih jelas,tak lama ia sudah memasuki desa miri,lagi lagi nama desa yang lumayan mengusik hati,kenapa dinamakan miri padahal hampir tak ada pohon kemiri didesa itu,entahlah satu lagi pertanyaan yang tak terjawab,jalanan mulai menurun sekarang sangat curam hingga ia harus menginjak pedal rem agak keras agar motornya berjalan lambat,perlu konsentrasi lebih dijalan ini soalnya selain berlubang juga terdapat kerikil kecil bekas aspal rusak yang berserakan dijalanan,setelah melewati jalanan menurun ia kemudian sampai di area persawahan,kalau saja tidak sedang hujan maka pemandangannya akan sangat bagus karena kebetulan sawahnya sedang menguning,melihat hamparan sawah disampingnya anak muda ini jadi teringat dengan lukisan sawah waktu masih kecil,indah dan membuat hati tentram,seperti itu jugalah rasanya kalau saat senja ia duduk meyaksikan hamparan sawah ketika hatinya galau.


Hujan mulai reda,tinggal menyisakan gerimis kecil namun masih cukup untuk membuat baju asah seandainya tidak memakai jas hujan,dipercepat jalannya karena dari sini jalanan sudah cukup mudah dilewati.bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Berkomentar