Seorang anak muda tampak kelelahan
disamping gerobak Bakso Bakarnya,wajahnya berkeringat dan nampak kusut,sesekali
dia menyeka keringat dengan ujung baju,melirik kearah kotak kaca tempat
berpuluh tusk bakso disimpan,masih cukup banyak,kemana lagi ia akan menjualnya
sementara hari sudah menjelang malam.
Biasanya jam segini dagangannya sudah
habis,paling tidak sisa beberapa tusuk saja,namun hari ini lain,entah karena
apa dagangannya sepi sekali tak seperti biasanya,mungkin orang-orang sudah
mulai bosan dengan bakso bakar?entahlah.Pemuda itu menunduk,apa ini gara gara
ia menggunakan pemanggang dengan kompor gas hingga orang mengira kalau membakar
dengan cara ini tidak sehat,akan muda ini menggaruk kepalanya yang tidak gatal,ia
tidak tahu jawabannya,kalau masalahnya itu rasanya tidak mungkin,soalnya
teman-temannya jualannya lancar semua,bahkan ada yang terhitung ramai,500 tusuk
sehari!
Perlahan ia bangkit,mendekati gerobaknya,ia
sudah memutuskan akan mencoba keliling samai adzan maghrib tiba setelah itu
habis atau tak habis ia akan pulang,bagaimanapun ia harus memberi kesempatan
pada tubuhnya untuk beristirahat,kalaupun nanti sisa agak banyak akan dibuat
menjadi kripik saja seperti satu minggu yang lalu.
Dijalankannya motornya dengan
perlahan,sambil sesekali menengok kalau kalau ada orang yang memanggil,dibunyikannya
klakson khas orang yang berjualan keliling,tot,tot,tot,berharap ada yang
mendengar kemudian membeli baksonya.Ia sudah memutari satu komplek namun belum
ada seorangpun pembeli yang tertarik,saat ia sudah hampir putus asa dari jauh
terlihat seorang anak kecil berlari sambil melambaikan uang kertas.
“Beli,Bang...dua”anak itu
menyorongkan selembar ribuan dengan wajah yang gembira
“Oh,maaf Dik,satu seribu,uang adik
hanya cukup untuk membeli satu,satu saja ya”jawab si pemuda ramah.
Anak itu sesaat nampak kecewa namun
kemudian tertawa lebar sambil mengangguk,ditunggunya pesanannya sampai siap
sambil sesekali mencium aroma bakso bakar yang memang sedap itu.
Di bakarkannya pesanan anak kecil
itu,satu tak masalah yang penting disyukuri saja,katanya dalam hati sambil
sesekali membolak balik bakso itu agar tidak gosong,setelah siap diangsurkannya
pada anak kecil itu yang menerimanya dengan gembira kemudian segera berlari
pulang,anak muda itu tersenyum,alangkah senangnya dunia anak kecil,cukup dengan
satu tusuk baksoi saja sudah bisa gembira,betapa jauhnya dengan kehidupan orang
dewasa yang selalu saja kesulitan utuk bahagia hingga kadang mencarinya dengan
cara yang salah.
Ia
baru akan beranjak pulang ketika seseorang berhenti didekatnya,wanita
muda dengan jilbab putih bergaris biru khas anak Akper
“Baksonya masih bang?”
“Masih,Mbak”jawab pemuda itu sambil
menatap wanita itu,namun segera ditundukkan wajahnya ketika matanya bersirobok
dengan gadis itu,semburat merah nampak diwajahnya,namun ia segera menghapusnya
“berapa,Mbak?”tanyanya mengusir debar
dihatinya
“Lima puluh tusuk Bang,pedes semua ya”
“sebentar Mbak,saya hitung dulu ada
atau tidak segitu”agak buru-buru dihitungnya jumlah baksi bakar yang
tersisa,rupanya ada limapuluh enam.
“Alhamdulillah masih cukup,mbak”
“Kasih bonus ya Bang”si cewek berkata
agak manja
Pemuda itu jadi salah tingkah,ia
memang agak grogi kalau berhadapan dengan wanita
cantik,berulangkali ia mencoba
menghilangkan sifat itu namun rupanya tak mudah.
Ia mengangguk kemudian menyusun bakso
dalam panggangan setelah terlebih dahulu membumbuinya,mengoles dengan kecap dan
terakhir saus,agak lama proses pembakaran itu karena jumlahnya yang cukup
banyak,biasanya ia hanya membakar dua atau tiga,paling banyak
duapuluh,untunglah si Mbak cukup sabar menanti,bahkan ia berpesan untuk tak
usah buru-buru,sambil memainkan gadgetnya,pasting Bbm an berfikir si pemuda
sambil sibuk memasukkan bakso kedalam plastik.
Setelah selesai,dibungkusnya dengan
rapi sebelum diserahkan pada pembeli yang cantik itu,diterimanya uang seratusan
ribu itu kemudaian menyerahkan kembaliannya sambil mengucapkan
terimakasih,gadis itu tersenyum kemudaian segera berlalu bersama motor
maticnya,dari kejauhan jilbabnya melambai lambai,membuat si pemuda tersenyum
sendiri,kalau saja istriku kelak secantik itu...