Aku dahulu adalah orang yang sangat usil dan jahil,mengerjai dan
menakut nakuti orang bersama kawan kawan adalah hal yang sangat
menyenangkan,itu dahulu saat sebelum aku sekolah dasar.
Kadang aku bersembunyi di
semak semak selepas isya dan melemparkan kerikil atau pasir pada orang yang
lewat dengan maksud agar mereka lari ketakutan,namun ternyata mereka tenang tenang saja bahkan ada
yang diam diam tersenyum,mungkin merasa lucu dengan kelakuanku dan teman teman.
Aku pun menacri ide lain
yang mungkin bisa membuat mereka ketakutan,nah aku punya ide cemerlang dengan
membuat jebakan sederhana,membayangkan kejadian yang lucu aku jadi senyum
sendiri,teman teman aku beritahu tentang rencanaku dan mereka segera mengangguk
setuju,lokasi penjebakan disamping rumahku dbawah pohon jati yang berdaun
rimbun,tempatnya sering dilalui oleh orrang orang.
Aku membuat peralatan sederhana,bahan bahannya air berwarna merah yang aku kasih pewarna
makanan dan tali panjang yang aku ikatkan pada ranting kecil,kalau ada yang
menginjak ranting itu air yang berisi cairan merah akan meluncur jatuh.Aku dan kawan kawan
tertawa riang membayangkan orang akan ketakutan dengan jebakan itu.
Aku tak sabar menunggu sampai sore demikian juga dengan kawan
kawan,kami tak mau pulang dan terus menunggu disemak semak dekat tempat itu
sampai menjelang maghrib,dan saat yang ditunggu tunggu kemudian tiba,dari jauh
terlihat orang berjalan mendekat,kami pun menutup mulut rapat rapat agar tak
ada yang mendengar suara kami,orang itupun semakin mendekat,kami semakin merapat
dengan tanah
agar tak ketahuan,kami menahan napas saat orang itu menginjak jebakan kami,air
itu perlahan meluncur dan tepat mengenai orang itu.
Kami tertawa terkikik
saking senangnya,orang
itu menoleh saat mendengar suara kami,aku yang segera mengenalinya segera terdiam dan
menunduk,aku tak berani bersuara lagi melihatnya meski beliau tersenyum
maklum,orang itu ternyata ayahku..
Aku segera berlari pulang meninggalkan kawan kawan yang bengong dan
saling pandang,ah maafkan aku ayah atas
keisenganku,bukan maksudku,aku tak tahu kalau ayah akan
lewat situ juga.sampai malam ketika ayah pulang dari masjid aku tak berani
menyapa,takut kalau dia marah padaku,dalam hati aku berjanji tak akan melakukan
keusilan lagi.
Sepulang dari masjid ternyata ayah tak marah padaku bahkan sekaedar
menyinggung maslah keisenganku pun tidak,aku bersyukur mempunyai ayah seperti
beliau yang mempunyai kesabaran sebesar itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Berkomentar